LAPSUS: Mengangkat Derajat Sektor Informal
Status pekerjaan adalah jenis kedudukan seseorang dalam
melakukan pekerjaan di suatu unit usaha/kegiatan. Mulai tahun 2001 status
pekerjaan dibedakan menjadi 7 kategori yaitu:
a. Berusaha
sendiri, adalah bekerja atau berusaha dengan menanggung resiko secara ekonomis,
yaitu dengan tidak kembalinya ongkos produksi yang telah dikeluarkan dalam rangka
usahanya tersebut, serta tidak menggunakan pekerja dibayar, termasuk yang sifat
pekerjaannya memerlukan teknologi atau keahlian khusus.
b. Berusaha dibantu buruh tidak tetap/buruh tak dibayar, adalah
bekerja atau berusaha atas resiko sendiri, dan menggunakan buruh/pekerja tidak
tetap.
c. Berusaha dibantu buruh tetap/buruh dibayar, adalah berusaha atas
resiko sendiri dan mempekerjakan paling sedikit satu orang buruh/pekerja tetap
yang dibayar.
d. Buruh/Karyawan/Pegawai, adalah seseorang yang bekerja pada orang
lain atau instansi/kantor/perusahaan secara tetap dengan menerima upah/gaji
baik berupa uang maupun barang. Buruh yang tidak mempunyai majikan tetap, tidak
digolongkan sebagai buruh/karyawan, tetapi sebagai pekerja bebas. Seseorang
dianggap memiliki majikan tetap jika memiliki 1 (satu) majikan (orang/rumah
tangga) yang sama dalam sebulan terakhir, khusus pada sektor bangunan
batasannya tiga bulan. Apabila majikannya instansi/lembaga, boleh lebih dari
satu.
e. Pekerja bebas di pertanian, adalah seseorang yang bekerja pada
orang lain/majikan/institusi yang tidak tetap (lebih dari satu majikan dalam
sebulan terakhir) di usaha pertanian baik berupa usaha rumah tangga maupun
bukan usaha rumah tangga atas dasar balas jasa dengan menerima upah atau imbalan
baik berupa uang maupun barang, dan baik dengan system pembayaran harian maupun
borongan. Usaha pertanian meliputi: pertanian tanaman pangan, perkebunan,
kehutanan, peternakan, perikanan dan perburuan, termasuk juga jasa pertanian. Majikan
adalah orang atau pihak yang memberikan pekerjaan dengan pembayaran yang
disepakati.
f.
Pekerja bebas di non pertanian adalah seseorang yang bekerja pada
orang lain/majikan/institusi yang tidak tetap (lebih dari 1 majikan dalam
sebulan terakhir), di usaha non pertanian dengan menerima upah atau imbalan
baik berupa uang maupun barang dan baik dengan sistem pembayaran harian maupun
borongan. Usaha non pertanian meliputi: usaha di sektor pertambangan, industri,
listrik, gas dan air, sektor konstruksi/bangunan, sektor perdagangan, sektor
angkutan, pergudangan dan komunikasi, sektor keuangan, asuransi, usaha
persewaan bangunan, tanah dan jasa perusahaan, sektor jasa kemasyarakatan,
sosial dan perorangan.
g. Pekerja tak dibayar adalah seseorang yang bekerja membantu orang
lain yang berusaha dengan tidak mendapat upah/gaji, naik berupa uang maupun
barang.
Pengelompokkan definisi formal dan informal menurut Hendri
Saparini dan M. Chatib Basri dari Universitas Indonesia menyebutkan bahwa
ciri-ciri tenaga kerja sektor informal adalah sebagai berikut.
a. Tenaga kerja
bekerja pada segala jenis pekerjaan tanpa ada perlindungan negara dan atas
usaha tersebut tidak dikenakan pajak.
b. Pekerja
tidak menghasilkan pendapatan yang tetap,
c. Tempat
bekerja tidak terdapat keamanan kerja (job security)
d. Tempat
bekerja tidak ada status permanen atas pekerjaan tersebut dan unit usaha atau
lembaga yang tidak berbadan hukum.
Sedangkan
ciri-ciri kegiatan informal adalah mudah masuk, artinya setiap orang dapat
kapan saja masuk ke jenis usaha informal ini, bersandar pada sumber daya lokal,
biasanya usaha milik keluarga, operasi skala kecil, padat karya, keterampilan
diperoleh dari luar sistem formal sekolah dan tidak diatur dan pasar yang
kompetitif. Contoh dari jenis kegiatan sektor informal antara lain pedagang
kaki lima (PKL), becak, penata parkir, pengamen dan anak jalanan, pedagang
pasar, buruh tani dan lainnya.
Disisi lain, pekerja manajerial (white collar) yang
merepresentasikan pekerja sektor formal terdiri dari tenaga professional,
teknisi dan sejenisnya, tenaga kepemimpinan dan ketatalaksanaan, tenaga tata
usaha dan sejenisnya, tenaga usaha penjualan, tenaga usaha jasa. Pada beberapa
tahun terakhir tercermin adanya kecenderungan penurunan peran pekerja pekerja
informal (blue collar) dan sedikit peningkatan pekerja pekerja formal (white
collar). Ini merupakan sinyal kemajuan perekonomian dan juga kemajuan
pendidikan karena pekerja white collar secara umum membutuhkan tingkat
pendidikan yang memadai.
Dilihat dari derajat sektor informal pada Kongres Ke-20 Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia atau ISEI sukses
mengundang polemik yang menggambarkan wajah perekonomian nasional, terutama
tentang fragmentasi kiprah sektor informal. Sektor tersebut masih berperan
lebih besar dibandingkan dengan sektor formal dalam menampung angkatan kerja. Dalam
hal ini berhasil berhasil melecut kegelisahan dari ribuan ekonom yang berasal
dari berbagai daerah di Indonesia. Dapat dilihat dari tingkat pengangguran
terbuka (TPT) berkurang, angkatan kerja yang terserap lebih banyak dari level
pendidikan rendah.
Sektor pertanian, yang dominan
menampung pekerja informal, masih berkontribusi besar menyerap tenaga kerja. Jika
dibandingkan dengan problem lawas yang menyengat sektor pekerja formal. Salah
satunya adalah lembaga pendidikan resmi yang selama ini dinilai malah
memproduksi banyak pengangguran. Kesenjangan antara jumlah industri dan volume
lulusan lembaga pendidikan formal, hingga materi ajar sekolah banyak yang
terbuang percuma karena tak sesuai dengan harapan pasar. Problematika ini masih
menjadi pekerjaan rumah di sektor tenaga kerja formal tentang bagaimana upaya
menyinergikan antara sektor pendidikan dan penciptaan lapangan kerja formal. Diakibatkan
oleh lanskap industri yang menurun didorong oleh kemajuan teknologi informasi
digital. Sektor pekerjaan konvensional banyak yang rontok. Sebagian ada yang
berganti rupa dengan berbagai pekerjaan tanpa prosedur formal layaknya orang
kantoran.
Faktor-faktor tersebutlah yang kemudian
ditengarai musabab melonjaknya jumlah pekerjaan sektor informal. Angka
statistik sektor informal bahkan bisa mencapai 80% menguasai lahan pekerjaan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik
(BPS) per Februari 2018, terdapat sebanyak 133,94 juta orang angkatan kerja.
Angka ini naik 2,39 juta orang dibandingkan dengan periode sama tahun lalu.
Dari jumlah itu, terdapat sekitar 6,87 juta orang menganggur. Dengan merujuk
pada definisi existing BPS, maka definisi pekerja formal hanyalah pekerja yang
berkategori pekerja tetap atau pekerja diupah dan karyawan/staf. Adapun,
kategori lainnya di luar itu berstatus pekerja informal. Jumlah pekerja formal
diperkirakan mencapai 53,09 juta orang, atau 41,78% dari jumlah tingkat
partisipasi angkatan kerja (TPAK). Sebaliknya, sektor informal menyerap 73,98
juta orang, atau 58,22% dari TPAK. Posisi vital sektor informal dalam
perekonomian nasional ini pula yang menjadi sorotan pembahasan dalam forum
kongres ISEI.
Sektor informal yang terus membesar
boleh jadi merupakan berkah atau musibah. Fenomena ini bisa mencerminkan
banyaknya kalangan masyarakat berwiraswasta di sektor digital, sekaligus
bermakna pengangguran bertambah yang sebagian dari mereka terpaksa bekerja
sebagai buruh tani di desa-desa. Ekonom Indef Enny Sri Hartati yang juga
menghadiri Kongres Ke-20 ISEI menyatakan bahwa membesarnya sektor informal tak
harus dijadikan pembelaan bahwa perekonomian tengah maju. Terlebih, katanya,
sebelum terdapat rumusan atau definisi dan indikator yang komprehensif dalam
membedah masalah ini. Senada dengan Enny, Ekonom ISEI Jabar Acuviarta Kartabhi
menilai bahwa fenomena membesarnya sektor informal selain akibat dari laju
digitalisasi ekonomi, juga disebabkan oleh fokus pembangunan daerah.
Seturut dengan pembahasan sektor
informal, strategi mendandani dunia pendidikan lewat pembukaan sekolah vokasi
juga dinilai gagal. Sekolah menengah kejuruan atau SMK di level pendidikan
menengah, serta politeknik pada tingkat diploma masih menyumbang penganggur
paling tinggi. Berdasarkan data BPS, tingkat pengangguran terbuka (TPT)
berdasarkan level pendidikan adalah lulusan SMK sebanyak 8,92%. Berikutnya secara
berurutan ada di diploma I/II/III sebesar 7,92%, dan tingkat universitas.
Komentar
Posting Komentar